Sabtu, 22 Mei 2010

mengapa aq harus kenal dengan cinta
kau buat aku tak yakin untuk melangkah
kau beri aku segenggam luka
mengapa cahaya pelangi menjadi api,,dan sangat suram bagiku.....
selamat jalan cinta,,..
selamat berbahagia di atas luka ku,,.
biarkan kata merangkai hati serupa darah dibalik tirai….

Minggu, 16 Mei 2010

Beberapa Permasalahan Remaja

Masa Remaja

Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasannya usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Pubertas yang dahulu dianggap sebagai tanda awal keremajaan ternyata tidak lagi valid sebagai patokan atau batasan untuk pengkategorian remaja sebab usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia belasan (15-18) kini terjadi pada awal belasan bahkan sebelum usia 11 tahun. Seorang anak berusia 10 tahun mungkin saja sudah (atau sedang) mengalami pubertas namun tidak berarti ia sudah bisa dikatakan sebagai remaja dan sudah siap menghadapi dunia orang dewasa. Ia belum siap menghadapi dunia nyata orang dewasa, meski di saat yang sama ia juga bukan anak-anak lagi. Berbeda dengan balita yang perkembangannya dengan jelas dapat diukur, remaja hampir tidak memiliki pola perkembangan yang pasti. Dalam perkembangannya seringkali mereka menjadi bingung karena kadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak tetapi di lain waktu mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan dewasa.

Memang banyak perubahan pada diri seseorang sebagai tanda keremajaan, namun seringkali perubahan itu hanya merupakan suatu tanda-tanda fisik dan bukan sebagai pengesahan akan keremajaan seseorang. Namun satu hal yang pasti, konflik yang dihadapi oleh remaja semakin kompleks seiring dengan perubahan pada berbagai dimensi kehidupan dalam diri mereka. Untuk dapat memhami remaja, maka perlu dilihat berdasarkan perubahan pada dimensi-dimensi tersebut.

Dimensi Biologis

Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan menstruasi pertama pada remaja putri atau pun perubahan suara pada remaja putra, secara biologis dia mengalami perubahan yang sangat besar. Pubertas menjadikan seorang anak tiba-tiba memiliki kemampuan untuk ber-reproduksi.

Pada masa pubertas, hormon seseorang menjadi aktif dalam memproduksi dua jenis hormon (gonadotrophins atau gonadotrophic hormones) yang berhubungan dengan pertumbuhan, yaitu: 1) Follicle-Stimulating Hormone (FSH); dan 2). Luteinizing Hormone (LH). Pada anak perempuan, kedua hormon tersebut merangsang pertumbuhan estrogen dan progesterone: dua jenis hormon kewanitaan. Pada anak lelaki, Luteinizing Hormone yang juga dinamakan Interstitial-Cell Stimulating Hormone (ICSH) merangsang pertumbuhan testosterone. Pertumbuhan secara cepat dari hormon-hormon tersebut di atas merubah sistem biologis seorang anak. Anak perempuan akan mendapat menstruasi, sebagai pertanda bahwa sistem reproduksinya sudah aktif. Selain itu terjadi juga perubahan fisik seperti payudara mulai berkembang, dll. Anak lelaki mulai memperlihatkan perubahan dalam suara, otot, dan fisik lainnya yang berhubungan dengan tumbuhnya hormon testosterone. Bentuk fisik mereka akan berubah secara cepat sejak awal pubertas dan akan membawa mereka pada dunia remaja.

Dimensi Kognitif

Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan operasi formal (period of formal operations). Pada periode ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir para remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas berpikir secara logis dan abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu berpikir multi-dimensi seperti ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan sekarang untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan rencana untuk masa depan. Dengan kemampuan operasional formal ini, para remaja mampu mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka.

Pada kenyataan, di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) masih sangat banyak remaja (bahkan orang dewasa) yang belum mampu sepenuhnya mencapai tahap perkembangan kognitif operasional formal ini. Sebagian masih tertinggal pada tahap perkembangan sebelumnya, yaitu operasional konkrit, dimana pola pikir yang digunakan masih sangat sederhana dan belum mampu melihat masalah dari berbagai dimensi. Hal ini bisa saja diakibatkan sistem pendidikan di Indonesia yang tidak banyak menggunakan metode belajar-mengajar satu arah (ceramah) dan kurangnya perhatian pada pengembangan cara berpikir anak. penyebab lainnya bisa juga diakibatkan oleh pola asuh orangtua yang cenderung masih memperlakukan remaja sebagai anak-anak, sehingga anak tidak memiliki keleluasan dalam memenuhi tugas perkembangan sesuai dengan usia dan mentalnya. Semestinya, seorang remaja sudah harus mampu mencapai tahap pemikiran abstrak supaya saat mereka lulus sekolah menengah, sudah terbiasa berpikir kritis dan mampu untuk menganalisis masalah dan mencari solusi terbaik.

Dimensi Moral

Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka. Elliot Turiel (1978) menyatakan bahwa para remaja mulai membuat penilaian tersendiri dalam menghadapi masalah-masalah populer yang berkenaan dengan lingkungan mereka, misalnya: politik, kemanusiaan, perang, keadaan sosial, dsb. Remaja tidak lagi menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolut yang diberikan pada mereka selama ini tanpa bantahan. Remaja mulai mempertanyakan keabsahan pemikiran yang ada dan mempertimbangan lebih banyak alternatif lainnya. Secara kritis, remaja akan lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini diajarkan dan ditanamkan kepadanya. Sebagian besar para remaja mulai melihat adanya “kenyataan” lain di luar dari yang selama ini diketahui dan dipercayainya. Ia akan melihat bahwa ada banyak aspek dalam melihat hidup dan beragam jenis pemikiran yang lain. Baginya dunia menjadi lebih luas dan seringkali membingungkan, terutama jika ia terbiasa dididik dalam suatu lingkungan tertentu saja selama masa kanak-kanak.

Kemampuan berpikir dalam dimensi moral (moral reasoning) pada remaja berkembang karena mereka mulai melihat adanya kejanggalan dan ketidakseimbangan antara yang mereka percayai dahulu dengan kenyataan yang ada di sekitarnya. Mereka lalu merasa perlu mempertanyakan dan merekonstruksi pola pikir dengan “kenyataan” yang baru. Perubahan inilah yang seringkali mendasari sikap “pemberontakan” remaja terhadap peraturan atau otoritas yang selama ini diterima bulat-bulat. Misalnya, jika sejak kecil pada seorang anak diterapkan sebuah nilai moral yang mengatakan bahwa korupsi itu tidak baik. Pada masa remaja ia akan mempertanyakan mengapa dunia sekelilingnya membiarkan korupsi itu tumbuh subur bahkan sangat mungkin korupsi itu dinilai baik dalam suatu kondisi tertentu. Hal ini tentu saja akan menimbulkan konflik nilai bagi sang remaja. Konflik nilai dalam diri remaja ini lambat laun akan menjadi sebuah masalah besar, jika remaja tidak menemukan jalan keluarnya. Kemungkinan remaja untuk tidak lagi mempercayai nilai-nilai yang ditanamkan oleh orangtua atau pendidik sejak masa kanak-kanak akan sangat besar jika orangtua atau pendidik tidak mampu memberikan penjelasan yang logis, apalagi jika lingkungan sekitarnya tidak mendukung penerapan nilai-nilai tersebut.

Peranan orangtua atau pendidik amatlah besar dalam memberikan alternatif jawaban dari hal-hal yang dipertanyakan oleh putra-putri remajanya. Orangtua yang bijak akan memberikan lebih dari satu jawaban dan alternatif supaya remaja itu bisa berpikir lebih jauh dan memilih yang terbaik. Orangtua yang tidak mampu memberikan penjelasan dengan bijak dan bersikap kaku akan membuat sang remaja tambah bingung. Remaja tersebut akan mencari jawaban di luar lingkaran orangtua dan nilai yang dianutnya. Ini bisa menjadi berbahaya jika “lingkungan baru” memberi jawaban yang tidak diinginkan atau bertentangan dengan yang diberikan oleh orangtua. Konflik dengan orangtua mungkin akan mulai menajam

Dimensi Psikologis

Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak. Pada masa ini mood (suasana hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Hasil penelitian di Chicago oleh Mihalyi Csikszentmihalyi dan Reed Larson (1984) menemukan bahwa remaja rata-rata memerlukan hanya 45 menit untuk berubah dari mood “senang luar biasa” ke “sedih luar biasa”, sementara orang dewasa memerlukan beberapa jam untuk hal yang sama. Perubahan mood (swing) yang drastis pada para remaja ini seringkali dikarenakan beban pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah, atau kegiatan sehari-hari di rumah. Meski mood remaja yang mudah berubah-ubah dengan cepat, hal tersebut belum tentu merupakan gejala atau masalah psikologis.

Dalam hal kesadaran diri, pada masa remaja para remaja mengalami perubahan yang dramatis dalam kesadaran diri mereka (self-awareness). Mereka sangat rentan terhadap pendapat orang lain karena mereka menganggap bahwa orang lain sangat mengagumi atau selalu mengkritik mereka seperti mereka mengagumi atau mengkritik diri mereka sendiri. Anggapan itu membuat remaja sangat memperhatikan diri mereka dan citra yang direfleksikan (self-image). Remaja cenderung untuk menganggap diri mereka sangat unik dan bahkan percaya keunikan mereka akan berakhir dengan kesuksesan dan ketenaran. Remaja putri akan bersolek berjam-jam di hadapan cermin karena ia percaya orang akan melirik dan tertarik pada kecantikannya, sedang remaja putra akan membayangkan dirinya dikagumi lawan jenisnya jika ia terlihat unik dan “hebat”. Pada usia 16 tahun ke atas, keeksentrikan remaja akan berkurang dengan sendirinya jika ia sering dihadapkan dengan dunia nyata. Pada saat itu, Remaja akan mulai sadar bahwa orang lain tenyata memiliki dunia tersendiri dan tidak selalu sama dengan yang dihadapi atau pun dipikirkannya. Anggapan remaja bahwa mereka selalu diperhatikan oleh orang lain kemudian menjadi tidak berdasar. Pada saat inilah, remaja mulai dihadapkan dengan realita dan tantangan untuk menyesuaikan impian dan angan-angan mereka dengan kenyataan.

Para remaja juga sering menganggap diri mereka serba mampu, sehingga seringkali mereka terlihat “tidak memikirkan akibat” dari perbuatan mereka. Tindakan impulsif sering dilakukan; sebagian karena mereka tidak sadar dan belum biasa memperhitungkan akibat jangka pendek atau jangka panjang. Remaja yang diberi kesempatan untuk mempertangung-jawabkan perbuatan mereka, akan tumbuh menjadi orang dewasa yang lebih berhati-hati, lebih percaya-diri, dan mampu bertanggung-jawab. Rasa percaya diri dan rasa tanggung-jawab inilah yang sangat dibutuhkan sebagai dasar pembentukan jati-diri positif pada remaja. Kelak, ia akan tumbuh dengan penilaian positif pada diri sendiri dan rasa hormat pada orang lain dan lingkungan. Bimbingan orang yang lebih tua sangat dibutuhkan oleh remaja sebagai acuan bagaimana menghadapi masalah itu sebagai “seseorang yang baru”; berbagai nasihat dan berbagai cara akan dicari untuk dicobanya. Remaja akan membayangkan apa yang akan dilakukan oleh para “idola”nya untuk menyelesaikan masalah seperti itu. Pemilihan idola ini juga akan menjadi sangat penting bagi remaja.

Salah satu topik yang paling sering dipertanyakan oleh individu pada masa remaja adalah masalah “Siapakah Saya?” Pertanyaan itu sah dan normal adanya karena pada masa ini kesadaran diri (self-awareness) mereka sudah mulai berkembang dan mengalami banyak sekali perubahan. Remaja mulai merasakan bahwa “ia bisa berbeda” dengan orangtuanya dan memang ada remaja yang ingin mencoba berbeda. Inipun hal yang normal karena remaja dihadapkan pada banyak pilihan. Karenanya, tidaklah mengherankan bila remaja selalu berubah dan ingin selalu mencoba – baik dalam peran sosial maupun dalam perbuatan. Contoh: anak seorang insinyur bisa saja ingin menjadi seorang dokter karena tidak mau melanjutkan atau mengikuti jejak ayahnya. Ia akan mencari idola seorang dokter yang sukses dan berusaha menyerupainya dalam tingkahlaku. Bila ia merasakan peran itu tidak sesuai, remaja akan dengan cepat mengganti peran lain yang dirasakannya “akan lebih sesuai”. Begitu seterusnya sampai ia menemukan peran yang ia rasakan “sangat pas” dengan dirinya. Proses “mencoba peran” ini merupakan proses pembentukan jati-diri yang sehat dan juga sangat normal. Tujuannya sangat sederhana; ia ingin menemukan jati-diri atau identitasnya sendiri. Ia tidak mau hanya menurut begitu saja keingingan orangtuanya tanpa pemikiran yang lebih jauh.

Banyak orangtua khawatir jika “percobaan peran” ini menjadi berbahaya. Kekhawatiran itu memang memiliki dasar yang kuat. Dalam proses “percobaan peran” biasanya orangtua tidak dilibatkan, kebanyakan karena remaja takut jika orangtua mereka tidak menyetujui, tidak menyenangi, atau malah menjadi sangat kuatir. Sebaliknya, orangtua menjadi kehilangan pegangan karena mereka tiba-tiba tidak lagi memiliki kontrol terhadap anak remaja mereka. Pada saat inilah, kehilangan komunikasi antara remaja dan orangtuanya mulai terlihat. Orangtua dan remaja mulai berkomunikasi dengan bahasa yang berbeda sehingga salah paham sangat mungkin terjadi.

Salah satu upaya lain para remaja untuk mengetahui diri mereka sendiri adalah melalui test-test psikologis, atau yang di kenal sebagai tes minat dan bakat. Test ini menyangkut tes kepribadian, tes intelegensi, dan tes minat. Psikolog umumnya dilatih untuk menggunakan alat tes itu. Alat tes yang saat ini umum diberikan oleh psikolog di Indonesia adalah WISC, TAT, MMPI, Stanford-Binet, MBTI, dan lain-lain. Alat-alat tes juga beredar luas dan dapat ditemukan di toko buku atau melalui internet; misalnya tes kepribadian.

Walau terlihat sederhana, dampak dari hasil test tersebut akan sangat luas. Alat test psikologi dapat diibaratkan sebuah pisau lipat yang terlihat sekilas tidak berbahaya; namun di tangan orang yang “bukan ahlinya” atau yang kurang bertanggung-jawab, alat ini akan menjadi sangat berbahaya. Alat test jika diinterpretasikan secara salah atau tidak secara menyeluruh oleh orang yang tidak berpengalaman atau tidak memiliki dasar ilmu yang cukup untuk mengartikan secara obyektif akan membuat kebingungan dan malah membawa efek negatif. Akibatnya, para remaja akan merasa lebih bingung dan lebih tidak merasa yakin akan hasil tes tersebut. Oleh karena itu sangatlah dianjurkan untuk mencari psikolog yang memang sudah terbiasa memberikan test psikologi dan memiliki Surat Rekomendasi Ijin Praktek (SRIP), sehingga dapat menjamin obyektivitas test tersebut.

Satu hal yang perlu diingat adalah hasil test psikologi untuk remaja sebaiknya tidak ditelah mentah-mentah atau dijadikan patokan yang baku mengingta bahwa masa remaja meruipakan masa yang snagat erat dengan perubahan. Alat test ini tidak semestinya dijadikan buku primbon atau acuan kaku dalam penentuan langkah untuk masa depan, misalnya dalam mencari sekolah atau mencari karir yang cocok. Seringkali, seiring dengan perkembangan remaja dan perubahan lingkungan sekitarnya, konklusi yang diterima dari hasil test bisa berubah dan menjadi tidak relevan lagi. Hal ini wajar mengingat bahwa minat seorang remaja sangat labil dan mudah berubah.

Sehubungan dengan explorasi diri melalui internet atau media massa yang lain, remaja hendaknya berhati-hati dalam menginterpretasikan hasil-hasil yang di dapat dari test-test psikologi online melalui internet. Harap diingat bahwa banyak diantara test tersebut masih sebatas ujicoba dan belum dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Selain itu dibutuhkan kejujuran untuk mampu menerima diri apa adanya sehingga remaja tidak mengembangkan identitas “virtual” yang berbeda dengan diri yang asli.

Selain beberapa dimensi yang telah disebutkan diatas, masih ada dimensi-dimensi yang lain dalam kehidupan remaja yang belum sempat dibahas dalam artikel ini. Salah satu dari dimensi tersebut diantaranya adalah dimensi sosial.

Tip untuk Orangtua

Dalam kebudayaan timur, masih banyak orangtua yang menganggap anak adalah milik orangtua, padahal seperti yang dituliskan oleh Khalil Gibran: Anak Hanya Titipan Sang Pencipta. Ia bukan kepanjangan tangan orangtua. Ia berhak memiliki kehidupannya sendiri, menentukan apa yang terbaik bagi dirinya. Tentu saja peran orangtua sangat besar sebagai pembimbing. Dalam usia remaja, kemampuan penentuan diri inilah yang semestinya dilatih. Remaja seperti juga semua manusia lainnya – belajar dari kesalahan. Bagi para orangtua ada baiknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Mulailah menganggap anak remaja sebagai teman dan akuilah ia sebagai orang yang akan berangkat dewasa. Seringkali orangtua tetap memperlakukan anak remaja mereka seperti anak kecil, meskipun mereka sudah berusaha menunjukkan bahwa keberadaan mereka sebagai calon orang dewasa.

2. Hargai perbedaan pendapat dan ajaklah berdiskusi secara terbuka. Nasihat yang berbentuk teguran atau yang berkesan menggurui akan tidak seefektif forum diskusi terbuka. Tidak ada yang lebih dihargai oleh para remaja selain sosok orangtua bijak yang bisa dijadikan teman.

3. Tetaplah tegas pada nilai yang anda anut walaupun anak remaja anda mungkin memiliki pendapat dan nilai yang berbeda. Biarkan nilai anda menjadi jangkar yang kokoh di mana anak remaja anda bisa berpegang kembali setelah mereka lelah membedakan dan mempertanyakan alternatif nilai yang lain. Larangan yang kaku mungkin malah akan menyebabkan sikap pemberontakan dalam diri anak anda.

4. Jangan malu atau takut berbagi masa remaja anda sendiri. Biarkan mereka mendengar dan belajar apa yang mendasari perkembangan diri anda dari pengalaman anda. Pada dasarnya, tidak ada anak remaja yang ingin kehilangan orangtuanya

5. Mengertilah bahwa masa remaja untuk anak anda adalah masa yang sulit. Perubahan mood sering terjadi dalam durasi waktu yang pendek, jadi anda tidak perlu panik jika anak remaja anda yang biasanya riang tiba-tiba bisa murung dan menangis lalu tak lama kemudian kembali riang tanpa sebab yang jelas.

6. Jangan terkejut jika anak anda bereksperimen dengan banyak hal, misalnya mencat rambutnya menjadi biru atau ungu, memakai pakaian serba sobek, atau tiba-tiba ber bungee-jumping ria. Selama hal-hal itu tidak membahayakan, mereka layak mencoba masuk ke dalam dunia yang berbeda dengan dunia mereka saat ini. Berikanlah ruang pada mereka untuk mencoba berbagai peran yang cocok bagi masa depan mereka. Ada remaja yang menurut tanpa membantah keinginan orangtua mereka dalam menentukan peran mereka, misalnya jika kakek sudah dokter, ayah dokter, kelak iapun “diharapkan dan disiapkan” untuk menjadi dokter pula. Namun ada juga anak remaja yang memang tidak ingin masuk ke dalam dunia yang sama dengan orangtua mereka. Dalam hal ini janganlah memaksakan anak mengikuti kehendak orangtua. Seperti Kahlil Gibran ….anak hanya titipan, ia milik masa depan dan kita milik masa lalu.

7. Kenali teman-teman anak remaja anda. Bertemanlah dengan mereka jika itu memungkinkan. Namun waspadalah jika anak anda sangat tertutup dengan dunia remajanya. Mungkin ia tidak/ kurang mempercayai anda atau ada yang disembunyikannya.

Jumat, 14 Mei 2010

Tips Sederhana Ketika Akan Melanjutkan Pendidikan di Perguruan Tinggi

Untuk para siswa di tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) sudah di umumkan. Hasilnya sudah terlihat yaitu ada yang lulus dan ada juga yang tidak lulus sehingga harus mengikuti ujian ulang lagi. Dan untuk mereka yang diwajibkan mengulang untuk mengikuti ujian susulan teruslah semangat dan jangan putus asa untuk terus menerus belajar dan belajar sehingga dalam ujian susulan berikutnya kalian bisa lulus dengan nilai yang jauh lebih baik lagi.

Untuk adik-adik pelajar yang sudah dinyatakan Lulus, pasti adek-adek khususnya yang memiliki kemauan dan kemampuan biaya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi lagi pasti saat ini sedang bingung atau mungkin sebagian lagi sudah memiliki tujuan ke kampus mana adek-adek akan melanjutkan pendidikan.

Untuk adek-adek yang saat ini masih bingung mau melanjutkan pendidikan ke Kampus mana ? Jurusan Apa? dan pertimbangan-pertimbangan yang lain, disini saya hanya ingin berbagi sedikit Tips bagaimana memilih Perguruan Tinggi supaya adek-adek nantinya tidak salah pilih ketika ingin melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi apalagi menyesal karena ternyata kampus atau jurusan tersebut tidak sesuai dengan keinginan adek-adek sehingga membuat adek-adek malas belajar.

Berikut Tips Sederhana Ketika Akan Melanjutkan Pendidikan di Perguruan Tinggi

1. Pilih Jurusan sesuai dengan Bidang dan Bakat yang Anda Suka

Ketika melanjutkan pendidikan di tingkat perguruan tinggi, adik-adik sudah dari awal harus menentukan pilihan Jurusan yang adek-adek suka dan lebih baik lagi jika disesuaikan dengan bakat adek-adek. Biasanya disesuaikan dengan cita-cita adik. Contoh misalnya: Jika adik-adik ingin menjadi seorang Dokter, maka adik-adik harus memilih Jurusan Kedokteran, Jika Adik-adik ingin menjadi Psikolog maka adik-adik harus memilih Jurusan Psikolog, begitu juga dengan jurusan yang lain. Jangan sampai adik-adik ingin menjadi dokter tapi jurusan yang adik-adik pilih malah jurusan Psikologi atau sebaliknya.

2. Pilih Kampus yang memiliki Prestasi Terbaik di bidang Jurusan yang anda Pilih

Maksud saya begini: Setiap kampus dimanapun pasti ada jurusan tertentu yang memiliki prestasi terbaik tapi dalam jurusan yang lain belum tentu memiliki preestasi yang sama. Saya contohkan begini. Di Universitas Indonesia (UI) Jakarta dan di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta keduanya mungkin sama-sama memiliki Jurusan Kedokteran dan Ekonomi tapi dari keduanya ada prestasi yang berbeda disetiap jurusan mereka. Misal dalam Jurusan Kedokteran mungkin lebih dikenal lebih berprestasi dari Universitas Indonesia (UI) Jakarta, tapi untuk Jurusan Ekonomi, kwalitas dan prestasinya masih jauh lebih baik dari UGM, begitu sebaliknya. Kenapa ini menjadi pertimbangan karena kedepan ini akan menjadi penting sebagai sarana adik-adik untuk memiliki kampus yang benar-benar memang sudah memiliki kwalitas terbaik di jurusan yang adik-adik pilih sehingga kwalitas mereka khususnya para pengajar atau penunjang yang lain lebih baik sehingga adik-adik bisa lebih didukung untuk berprestasi di kampus tersebut.

3. Sesuaikan dengan Kemampuan (Biaya)

Jika adik-adik mungkin anak orang kaya tidak akan menjadi masalah dimanapun adik-adik kuliah. Tapi jika orang tua adik-adik orang yang menengah kebawah, pasti biaya menjadi pertimbangan yang sangat penting karena jangan sampai sebagai anak adik-adik hanya ingin melanjutkan di sebuah Universitas yang bagus tapi ternyata biayanya sangat mahal, pasti nantinya kasihan orang tua kita yang mungkin belum tentu sanggup untuk membayar. Karena menurut saya, belum ada yang berani menjamin jika kampus dengan biaya perkuliahan mahal akan menghasilkan mahasiswa yang berkwalitas. Itu Belum tentu. karena di kampus biasapun adik masih tetap meiliki kesempatan yang sama untuk berprestasi.

4. Khusus Untuk Yang Ingin Kuliah dengan Biaya Sendiri

Saya sangat yakin tidak semua dari adik-adik orang tua mampu memberi biaya untuk adik-adik melanjutkan kuliah. Sehingga cara lain untuk adik-adik yang orang tua tidak mampu memberi biaya adik-adik kuliah jangan menyerah dan putus asa. Jika adik memiliki semangat yang tinggi Pasti Tuhan memberikan jalan impian adik-adik untuk bisa melanjutkan kuliah. Salah satunya yaitu dengan cara Kuliah Sambil Kerja. Saat ini banyak perguruan tinggi yang memberikan waktu khusus untuk adik-adik yang ingin kuliah tapi sambil kerja. Ketika adik-adik ada pada posisi yang ini, maka manajemen waktu sangat MUTLAK dibutuhkan. Adik-adiuk harus bisa mengatur kapan waktu kuloiah dan kapan waktu untuk bekerja. Atur dengan baik dan disiplin maka saya yakin keduanya akan bisa berjalan dengan lancar.

Mungkin masih banyak pemikiran atau tips terkait persiapan adik-adik ketika ingin melanjutkan kuliah, tapi dari saya mungkin hanya itu yang bisa saya sampaikan. Mudah-mudahan apa yang saya tulis tersebut diatas bisa menjadi tambahan pertimbangan adik-adik sebelum memutuskan untuk kuliah.

Dan lebih penting lagi adalah, Komitmen dari adik-adik untuk terus belajar dan belajar, disiplin dan kerja keras selama mengikuti perkuliahan sehingga adik-adik nantinya bisa mencapai cita-cita yang adik-adik impikan selama ini.

Minggu, 12 Juli 2009

kelas 3 sma

sekarang bukan waktunya untuk bersantai-santai lagi,sekarang waktu yang sangat ekstrem bagiku!!!!!!!yacch karena aku sekaran klas 3 sma,ini adalah waktu yang menentukan apakah berhasil atau tidak.....

Sabtu, 11 Juli 2009

wah aq klas 6 nih

sekarang aq dah kelas 6,emank waktu tak terasa and begitu cepat. padahal aq kemarin perassan masih takhasus deh,trus ga ngerasa dah jadi pengurus..........

pokoknya aq hrus berubah dan bisa banggain orang tua

Minggu, 10 Mei 2009

temen2 dah pada kuliah nich

ini lah nasibku sebagai seorang x-ta,ya walu aq hrus menahan 1 tahun lagi tetapi kebersamaan itulah yang tak bisa kudapatkan selain di assalaam

Selasa, 05 Mei 2009